Jumat, 27 Februari 2015

Perlombaan untuk Menguasai Kutub Utara


Irib - Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu menyatakan tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan kekuatan militer dalam membela kepentingan nasional Rusia di Kutub Utara.

Dalam sebuah rapat di Departemen Pertahanan Rusia pada Rabu (25/2/2015), Shoigu mengatakan, kehadiran militer konstan di Kutub Utara dan kemungkinan untuk melindungi kepentingan negara dengan cara militer dianggap sebagai bagian integral dari kebijakan umum untuk menjamin keamanan nasional Rusia.


"Ini bukan rahasia bahwa Laut Arktik berubah menjadi salah satu pusat dunia untuk memproduksi hidrokarbon dan merupakan persimpangan penting untuk komunikasi transportasi," katanya.

Shoigu lebih lanjut menandaskan beberapa negara maju yang tidak memiliki akses langsung ke Arktik telah mengambil langkah-langkah politik dan militer tertentu untuk masuk ke wilayah itu. Dia juga mencatat bahwa negara-negara yang berdekatan dengan Kutub Utara juga sedang mencoba untuk memperluas kehadirannya.

Tidak hanya lima negara pesisir Laut Arktik – Rusia, Norwegia, Kanada, Denmark, dan Amerika Serikat – yang ingin memperluas kehadirannya di wilayah tersebut, tetapi negara-negara yang tidak punya akses langsung ke sana juga antusias untuk terlibat di Arktik, khususnya Cina.

Pasal 57 Konvensi Hukum Laut 1982 menyebutkan bahwa luas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) bagi setiap negara pantai adalah 200 mil. Sementara negara-negara yang menginginkan zona yang lebih luas, mereka bisa mengajukan Landas Kontinen Eksistensi (LKE) kepada Komisi PBB (CLCS).

Di antara semua negara pesisir Arktik, Rusia sangat ingin untuk menguasai sumber-sumber minyak, gas, dan bahan tambang di wilayah itu. Pada dasarnya, Rusia menganggap sebagian dari Arktik sebagai bagian dari wilayah Siberia, yang menjadi miliknya. Namun, negara-negara tetangga seperti, Kanada juga mengklaim kepemilikan Kutub Utara dan sekitar perairan Arktik.

Pada tahun 2001, Rusia mengajukan aplikasi pendaftaran klaim kepemilikan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), tapi ditolak karena tidak memiliki dokumen-dokumen yang diperlukan. Rusia sejauh ini masih tetap mengklaim kepemilikan sekitar 20 persen dari total luas perairan Arktik.

Badan Survei Geologi AS memperkirakan bahwa harta karun berupa seperempat cadangan minyak dan gas bumi ada di Kutub Utara. Persaingan untuk memperebutkan wilayah itu meningkat setelah mencairnya gunung-gunung es sehingga mempermudah akses.

Keinginan untuk mengekspoitasi sumber-sumber kekayaan alam di perairan Arktik mendapat perhatian luas negara-negara sekitar dalam beberapa tahun terakhir. Isu itu telah meningkatkan ketegangan antara Rusia dan negara-negara Barat anggota NATO yaitu, AS, Kanada, Norwegia, dan Denmark.

Pemerintah Kanada bahkan telah mengajukan laim kepemilikan sekitar perairan Arktik kepada PBB. Negara-negara Barat lainnya juga memperkuat kehadiran militer mereka dan mengadakan latihan di wilayah strategis itu.

Cadangan energi yang tersimpan di Kutub Utara telah memperketat persaingan dan diperkirakan perseteruan untuk menguasai daerah itu akan memanas di tahun-tahun mendatang. Masalah ini akan menjadi sebuah tantangan besar antara Rusia dan NATO.

Sejalan dengan itu, NATO mulai memperluas kehadiran militernya di Kutub Utara termasuk menggelar sejumlah latihan. Rusia juga mengambil langkah-langkah penting seperti, membentuk sebuah komando yang terdiri dari Armada Utara, Brigade Perang Kutub Utara, angkatan udara serta pendukung taktis.

Presiden Rusia Vladimir Putin bahkan menganggap AS sebagai ancaman potensial terhadap negaranya di Arktik. Dia menegaskan Rusia harus membela kepentingan ekonomi dan strategisnya di wilayah itu.

Pernyataan Sergei Shoigu sebenarnya bertujuan untuk menegaskan kembali tentang keseriusan Rusia untuk membela kepentingannya di Laut Arktik bahkan dengan cara militer.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar