Senin, 13 April 2015

Akhirnya Rusia Cabut Larangan Pengiriman Rudal S-300 ke Iran

LiputanIslam - Presiden Rusia Vladimir Putin akhirnya mencabut larangan penjualan senjata pertahanan udara canggih S-300 ke Iran. Demikian keterangan pers pemerintah Rusia menegaskan.
“Dekrit Presiden mencabut larangan pengangkutan melalui wilayah Rusia, termasuk pengangkutan udara, dan eksport dari wilayah Federasi Rusia ke Republik Islam Iran, baik melalui udara maupun laut, atas sistem pertahanan udara S-300,” demikian pernyataan tersebut seperti dilaporkan kantor berita RIA Novosti yang dilansir Russia Today, Senin (13/4).


Dekrit tersebut ditandatangani Presiden Vladimir Putin. Presiden sebelumnya, Medvedev, membatalkan penjualan senjata itu tahun 2010 setelah adanya larangan dari PBB. Iran dan Rusia menandatangani kontrak penjualan 5 sistem pertahanan udara S-300 pada tahun 2007 senilai $800 juta. Dengan dekrit ini dipastikan Iran akan bisa segera memiliki rudal-rudal canggih S-300, meski saat ini belum ada konfirmasi tentang kapan pengiriman itu akan dilakukan.

Akibat pembatalan itu hubungan kedua negara memburuk dan Iran menuntut Rusia ke arbitrase internasional di Genewa dengan tuntutan ganti rugi $4 miliar.

Setelah bertahun-tahun negosiasi, pada bulan Februari 2015 lalu Rusia menawarkan kepada Iran senjata pengganti yang sepadan, yaitu Antey-2500. Iran menjawab akan mempertimbangkannya. Iran sendiri kemudian diketahui berhasil mengembangkan senjata pengganti buatan sendiri Bavar 373 yang diklaim Iran lebih canggih dibandingkan S-300.

Terakhir kali Rusia mengirim S-300 ke luar negeri adalah tahun 2010, sebanyak 15 unit yang dikirim ke Cina. Sejak saat itu produksi senjata ini dihentikan setelah produsennya, Almaz-Antey, memproduksi sistem pertahanan udara yang lebih canggih, S-400. Cina juga menjadi negara yang mendapat kehormatan untuk menjadi pembeli pertama S-400 systems.

Saat ini S-300 dianggap sebagai satu sistem pertahanan udara tercanggih di dunia dan telah digunakan oleh beberapa negara, seperti Aljazair, Azerbaijan, Belarusia, Siprus, Kazakhstan dan Vietnam. Rusia disebut-sebut juga memiliki senjata ini, meski belum terkonfirmasi oleh pejabat setempat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar